Kamis, 04 Mei 2017

FISIKA GUNUNG API

FISIKA GUNUNG API
Metode yang digunakan dalam monitoring gunung api :
a.      Metode Seismik
Aktivitas gunung api meningkat ditandai dengan adanya peningkatan aktivitas seismik, seperti adanya tremor/getaran-getaran kecil/gempa vulkanik. Peningkatan aktivitas seismik disebabkan karena peningkatan aktifitas dan tekanan di dapur magma.
Gambar 1. Peningkatan Aktivitas Magma (Sumber: USGS-Vulkanologi)
Terlihat pada gambar diatas, peningkatan pasokan magma dari dalam bumi atau pelepasan gas karena menurunnya tekanan internal magma, akan menyebabkan batuan sekeliling saluran magma menerima tekanan yang lebih tinggi. Jika tekanan tersebut melampaui batas ketahanan batuan, maka akan terjadi retakan atau rekahan-rekahan yang menjadi sumber gempa vulkanik.
        Monitoring dengan metode seismik dilakukan secara kontinu, dengan pemasangan seismometer disekitar gunung api yang diamati. Untuk pengamatan yang lebih akurat, harus dipasang lebih dari satu seismometer di setiap gunung api. Dari hasil rekaman getaran pada seismometer tersebut dapat dianalisis aktivitas yang terjadi pada gunung api, termasuk tanda-tanda akan terjadinya erupsi.
Sumber : https://www.scribd.com/doc/19520764/fga-SEISMIK

b.      Metode Gravity
Metode gaya berat merupakan salah satu metode dari survei geofisika yang didasarkan pada pengukuran nilai variasi medan gaya berat di permukaan bumi. Metode ini memiliki prinsip dasar yaitu mendeteksi nilai perubahan rapat massa/densitas dan jarak. Metode gaya berat sering digunakan untuk memberikan gambaran mengenai struktur bawah permukaan pada survei awal geofisika. Dalam gunung api, metode ini diaplikasikan untuk menentukan distribusi rapat massa magma yang mengisi pipa dan kantong magma. Metode gaya berat memiliki kelebihan yaitu dapat memberikan informasi awal yang cukup detail mengenai struktur geologi dan kontras densitas batuan (Ariyanto, 2014).

c.       Metode Geomagnetik
Metode magnetik dapat dipergunakan untuk memantau naik turunnya magma di dalam gunung api. Sebab pada saat proses menurunnya magma, medan magnetik di sekitar gunung api memiliki kecenderungan naik dari waktu ke waktu. Sedangkan saat magma naik, kerena suhu memanas dibagian atas gunung api, maka nilai medan magnetik di sekitar gunung api cenderung menurun. Sebaiknya pemantauan dengan menggunakan metode magnetik ini disertai dengan pemantauan tegangan tektonik di sekitar wilayah gunung api, karena pada saat kompresi suseptibilitas magnetik batuan akan naik maka medan magnetik juga akan terpantau naik. Demikian pula sebaliknya, pada saat dilatasi batuan gunung api akan meregang mengembang makan medan magnetik pun akan turun (Kirbani, 2012).

d.      Metode Monitoring Deformasi
Monitoring deformasi digunakan untuk mengetahui perubahan secara horizontal dan vertikal yang terjadi pada tubuh gunung api. Pengamatan ini dilakukan secara berkala. Ketika gunung api akan meletus (erupsi) akan terjadi peningkatan tekanan di dapur magma yang akan menyebabkan deformasi (naik dan turun) pada permukaan gunung api. Deformasi dapat diamati dengan menggunakan GPS, tiltmeter dan beberapa peralatan lainnya. Pengamatan deformasi ini memberikan informasi apakah gunung api sedang mengembang (akan meletus) atau sedang tidak mengembang (tidur).
Sumber: http://www.ibnurusydy.com/pengamatan-gunungapi/#ixzz3AB9P6VGR

e.       Metode Monitoring Suhu dan Gas
Pengukuran suhu pada monitoring gunung api digunakan untuk mengetahui aktivitas cooling dan degasing yang disebabkan karena adanya aktivitas magma. Selain itu, pengukuran suhu dapat pula digunakan untuk menentukan lava flow dan fluida yang keluar dari gunung api karena open conduit seperti fumarol dan lava lakes. Dalam pengukuran suhu ini dilakukan beberapa metode akuisi yaitu Ground-base Measurement, Airbone Sensors dan Spaceborne Sensors. Dari pengukuran suhu, didapatkan data anomali high-amplitude dan low-amplitude (Maulina, 2012).
Peningkatan aktivitas gunung api yang menyebabkan erupsi juga ditandai dengan keluarnya gas-gas seperti karbonmonoksida (CO), karbondioksida (CO2), hidrogen sulfida (H2S), sulfurdioksida (SO2) dan Nitrogen (NO2). Peningkatan suhu dan gas juga teramati dari mulai mengeringnya sungai dan danau serta pepohonan yang mulai mati di sekitar gunung api.

f.       Metode Monitoring Remote Sensing
Penginderaan jarak jauh terkait dengan sensor jarak jauh yang dapat mengamati suatu obyek. Sensor merekam semua pantulan sinar radiasi yang dipancarkan oleh obyek di permukaan bumi. Monitoring penginderaan jarak jauh ini dalam gunung api digunakan untuk memantau gunung secara visual.

Rabu, 03 Mei 2017

METODE GEOLISTRIK

METODE GEOLISTRIK

Nama : Novita Awal Ristanti
NIM    : 145090701111003


Dasar Teori dan Prinsip dalam Geolistrik
Geolistrik merupakan metode eksplorasi geofisika yang menyelidiki bawah permukaan dengan menggunakan sifat-sifat kelistrikan batuan. Sifat-sifat kelistrikan tersebut antara lain, tahanan jenis resistivity, conductivity, dielectric constant, kemampuan menimbulkan self potential dan medan induksi serta sifat menyimpan potensial dan lain-lain.
Salah satu jenis metode geolistrik adalah metode resistivitas. Dimana pendugaan geolistrik resistivitas dilakukan dengan menginjeksikan arus listrik buatan ke dalam tanah melalui elektroda arus, kemudian mengukur beda potensial pada elektroda potensial. Hasil pencatatan akan dapat mengetahui tahanan jenis batuan yang dilalui oleh arus listrik.
Pada metode geolistrik resistivitas dibagi menjadi 2 :
§  Metode Resistivitas Mapping
Merupakan metode resistivitas untuk mempelajari variasi tahanan jenis lapisan bawah permukaan secara lateral atau horizontal, pada metode ini dipergunakan konfigurasi elektroda yang sama untuk semua titik pengamatan di permukaan bumi dan dibuat kontur isoresistivitasnya.
§  Metode Resistivitas Sounding
Metode ini dikenal dengan metode resistivitas drilling yaitu suatu metode yang mempelajari variasi resistivitas batuan dibawah permukaan bumi secara vertikal. Pada metode ini pengukuran titik sounding dilakukan dengan jalan mengubah-ubah jarak elektroda, pengubahan jarak elektroda dilakukan dari jarak elektroda yang kecil kemudian membesar secara gradual. Jarak elektroda ini sebanding dengan kedalaman lapisan batuan yang terdeteksi. Makin dalam lapisan batuan, maka semakin besar pula jarak elektroda. Pada pengukuran pembesaran jarak elektroda dilakukan jika mempunyai suatu alat geolistrik yang memadai. Alat geolistrik tersebut harus dapat menghasilkan arus listrik yang cukup besar atau alat tersebut harus cukup sensitif dalam mendeteksi beda potensial yang nilainya cukup kecil.
Konsep dasar metode resistivitas adalah Hukum Ohm. Dengan rumus sebagai berikut :
Hukum Ohm menyatakan bahwa potensial atau tegangan antara ujung-ujung penghantar adalah sama dengan hasil kali resistansi dan kuat arus. Hal ini diasumsikan bahwa R tidak tergantung I (R adalah konstan/tetap).
Apabila ditinjau pada sebuah kawat dengan panjang ℓ yang terhubung dengan potensial di setiap ujung-ujungnya sebesar V1(+) dan V2(-) akan memberikan beda potensial ΔV, sehingga terdapat aliran muatan positif (I) yang bergerak dari potensial tinggi V1(+) ke potensial rendah V2(-). Adanya beda potensial di antara kedua ujung kawat menyebabkan adanya kuat medan listrik E. Kuat medan listrik E pada penghantar sebanding dengan beda potensial ΔV dan berbanding terbalik dengan panjang kawat penghantar ℓ.
Semakin besar ΔV dan luas penghantar A, maka semakin banyak muatan yang berpindah dan kelajuan perpindahan muatan pun semakin besar. Ini berarti arus listrik menjadi:
Besaran rapat arus listrik (J) merupakan besaran vektor arus listrik per satuan luas penghantar lintang kotak, yaitu
dengan J adalah rapat arus (ampere/m2), I adalah kuat arus listrik (ampere) dan A adalah luas penampang penghantar (m2). Apabila pada medium homogen isotropis dialiri arus searah (I) dengan kuat medan listrik E (volt/meter), maka elemen arus (dI) yang melalui suatu elemen luas (dA) dengan rapat arus ( ) akan berlaku hubungan:

dengan σ adalah konduktivitas penghantar dan ρ adalah resistivitas penghantar. Kuat medan listrik adalah gradien dari potensial skalar.
Kuat arus listrik pada penampang juga bergantung pada jenis penghantar yang dinyatakan oleh resistivitas penghantar (ρ) yang dinyatakan dalam ohmmeter (Ωm) atau besaran konduktivitas σ yang memenuhi hubungan yang dinyatakan dalam (ohmmeter)-1. Hubungan antara besar arus listrik dan resistivitas penghantar dapat ditulis sebagai berikut:
Sehingga, nilai tahanan dari penghantar adalah:
dengan R adalah resistansi (ohm), ρ adalah resistivitas penghantar (ohmmeter), adalah panjang penghantar (meter) dan A adalah luas penampang penghantar (m2) (Jati, 2010). Resistivitas ρ dan konduktivitas σ adalah besaran-besaran yang menjelaskan mengenai baik atau buruknya bahan-bahan atau material-material dalam menghantar listrik (Suyoso, 2003 ).

Sumber :
Sajana. 2011. “Prinsip Umum Metode Geolistrik”. 17 November 2016.
Badawi. 2014. “Metode Geolistrik”. 17 November 2016.





Konfigurasi dalam Metode Geolistrik

§  Konfigurasi Wenner
Pengukuran ini dilakukan dengan cara meletakkan titik-titik elektroda dengan beda jarak satu sama lain yang sama. Elektroda yang bersebelahan akan berjarak sama (AM = MN = NB = a).
Dari konfigurasi wenner, didapatkan faktor geometri sebagai berikut :
Konfigurasi ini memiliki kelebihan dalam ketelitian pembacaan karena memiliki nilai eksentrisitas yang tidak terlalu besar atau bernilai sebesar 1/3. metode ini juga salah satu metode dengan sinyal yang bagus. Kelemahan dari metode ini adalah tidak bisa mendeteksi homogenitas batuan di dekat permukaan yang bisa berpengaruh terhadap hasil perhitungan. Selain itu, metode ini membutuhkan biaya yang lebih mahal jika dibandingkan dengan konfigurasi yang lain karena setiap berpindah, maka kabel harus diganti dengan yang lebih panjang.

§  Konfigurasi Schlumberger
Pengukuran ini dilakukan dengan cara yang sama dengan Wenner, namun jarak elektroda arus dapat diubah tidak sama dengan jarak elektroda potensial. Nilai eksentrisitas dari konfigurasi ini dapat berkisar antara 1/3 atau 1/5. Apabila elektroda arus yang dipindah sudah melewati batas eksentrisitas, perlu dilakukan shifting pada elektroda potensial agar nilai yang didapatkan masih bisa terbaca.

Dari konfigurasi Schlumberger, didapatkan faktor geometri sebagai berikut :
Konfigurasi schlumberger biasanya digunakan untuk sounding, yaitu pengambilan data yang difokuskan secara vertikal. Kelebihan dari konfigurasi ini adalah dapat mendeteksi adanya non-homogenitas lapisan batuan pada permukaan dengan cara membandingkan nilai resistivitas semu ketika shifting. Sedangkan kelemahannya adalah pembacaan pada elektroda MN kecil ketika AB berada sangat jauh, hampir melewati batas eksentrisitasnya.

§  Konfigurasi Dipole-Dipole
Pengukuran ini dilakukan dengan cara yang sangat berbeda dengan dua konfigurasi diatas. Elektroda potensial diletakkan berjauhan dengan jarak na dari elektroda arus.



Dari konfigurasi Dipole-dipole, didapatkan faktor geometri sebagai berikut :
Kelebihan dari konfigurasi ini adalah biaya yang dikeluarkan tidaklah mahal jika dibandingkan dengan wenner dan schlumberger. konfigurasi ini juga dapat digunakan untuk mapping, yaitu pengukuran yang memfokuskan hasil secara lateral. untuk kekurangannya adalah konfigurasi ini memiliki kualitas sinyal yang jelek jika dibandingkan wenner dan schlumberger. Selain dipole-dipole kita dapat melakukan pengurangan elektroda sehingga konfigurasi tersebut menjadi pole-dipole (pengurangan 1 elektroda) atau pole-pole (2 elektroda).

§  Konfigurasi Pole-Pole
Pada konfigurasi Pole-pole, hanya digunakan satu elektrode untuk arus dan satu elektrode untuk potensial. Sedangkan elektrode yang lain ditempatkan pada sekitar lokasi penelitian dengan jarak minimum 20 kali spasi terpanjang C1-P1 terhadap lintasan pengukuran.
Dari konfigurasi Pole-pole, didapatkan faktor geometri sebagai berikut :

§  Konfigurasi Pole-Dipole
Pole-dipole digunakan satu elektrode arus dan dua elektrode potensial. Untuk elektrode arus C2 ditempatkan pada sekitar lokasi penelitian dengan jarak minimum 5 kali spasi terpanjang C1-P1. 

Dari konfigurasi Pole-dipole, didapatkan faktor geometri sebagai berikut :


Sumber :
Hazar. 2015. “Metode Geolistrik Resistivitas”. 17 November 2016.
           

Komponen dan Alat-alat Geolistrik


Dalam pengukuran metode geolistrik, beberapa alat yang diperlukan antara lain resistivity meter, aki, kabel, elektroda, GPS, HT, palu dan tabel data percobaan.
Resisitivity meter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur geolistrik tahanan jenis. Sedangkan alat yang digunakan dalam pengukuran geolistrik Induced polarization (IP) yaitu IP meter. Sebelum dilakukan pengukuran, terlebih dahulu dilakukan kalibrasi pada alat resistivity meter. Resistivity meter dihubungkan pada kabel dan berhubungan dengan elektroda yang ditanam di permukaan bumi untuk mengukur tahanan jenis. Kabel yang digunakan biasanya disesuaikan dengan jarak atau bentangan panjang yang akan diambil. Elektroda merupakan perantara mengalirnya arus dan potensial, dan permukaan bumi dianggap sebagai tahanan. Elektroda biasanya terbuat dari baja, alumunium atau kuningan. Untuk mempermudah dalam penanaman elektroda digunakan palu sebagai alat bantu dalam penanaman, dan pada kondisi tanah yang kering digunakan air untuk mempermudah penanaman elektroda.
Sumber energi yang digunakan dalam metode geolistrik adalah aki, karena aki merupakan salah satu sumber energi listrik yang praktis pada saat digunakan untuk pengambilan data. Aki hanya memberikan sumber masukan yang kecil, sehingga di dalam resistivity meter terdapat komponen yang dapat menguatkan sinyal masukan sehingga pengukuran tahanan jenis dalam geolistrik resistivitas dalam dilakukan.

Alat bantu lain yang digunakan dalam metode ini adalah GPS dan HT. Yang mana GPS digunakan untuk mempermudah dalam penentuan titik-titik pengambilan data yang telah ditentukan dalam desain survei. HT digunakan untuk mempermudah komunikasi antar pengambil data.